Khamis, 25 Jun 2009

Panduan Memberi Nama Anak

Memberi Nama Anak

Disunnahkan memberi nama bayi pada hari ketujuh dan kelahirannya atau pada hari kelahirannya.

Mengenai anjuran pada hari ketujuh adalah menurut riwayat Tirmidzi, dari Amr bin Syuaib, dari bapaknya, dari datuknya, bahawa Nabi SAW menyuruh memberi nama bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya dan memotong tali pusatnya serta mengadakan akikah. (Tirmidzi menggolongkan sebagai Hadis Hasan)

Dengan isnad sahih, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan lainnya meriwayatkan dari Samurah bin Jundub, bahawa Rasul SAW bersabda :

“Setiap anak kecil tergantung dengan akikahnya yang disembelih baginya pada usia tujuh hari dan ia pun dicukur serta diberi nama.” (Tirmidzi menggolongkan sebagai Hadis Hasan Sahih)

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim dan lainnya, dari Anas ra., bahawa Nabi SAW menyatakan:

“Malam ini aku mendapat anak, maka kuberi nama dengan nama bapakku (Nabi) Ibrahim SAW.”

Anas ra. berkata: ‘Abi Talhah mendapat anak, maka aku membawanya kepada Nabi SAW, lalu baginda mengucup mulutnya dan menamainya Abdullah. (HR. Bukhari & Muslim)

Sahal bin Saad As-Saidi ra. berkata: ‘Ketika Al-Mundzir bin Abi Usaid lahir, ia dibawa kepada Rasulullah SAW. Beliau meletakkannya di atas pehanya sedang Abu Usaid duduk. Nabi terlupa oleh sesuatu di hadapannya. Lalu Abu Usaid menyuruh mengangkatnya dari alas peha beliau. Kemudian mereka membawanya pulang.

Nabi SAW teringat, lalu beliau bertanya: ‘Di mana anak kecil itu? Abu Usaid menjawab: Telah kami bawa pulang, wahai Rasulullah.’ Beliau bertanya: ‘Siapa namanya? Dijawab oleh Abu Usaid: ‘Fulan.’ Beliau bersabda: ‘Tidak, tetapi namanya Al-Mundzir. Maka beliau SAW menamakannya pada waktu itu Al-Mundzir.’ (HR. Bukhari & Muslim)

Anjuran Memberi Nama yang Baik

Dengan isnad jayyid, Abu Daud meriwayatkan dari Abi Darda' ra. bahawa Nabi SAW bersabda :

“Sesungguhnya kamu dipanggil pada hari kiamat dengan nama-namamu dan nama-nama bapak-bapakmu, maka baikkanlah nama-namamu.”

Nama-nama yang Paling Disukai Allah

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ibnu Umar ra, bahawa Rasul SAW bersabda :

“Sesungguhnya nama-namamu yang paling disukai Allah Azza wa Jalla adalah Abdullah dan Abdurrahman.”

Jabir ra. berkata: ‘Seorang lelaki di antara kami mendapat anak, maka Ia menamainya Al-Qasim. Kami berkata: ‘Kami tidak bisa menjoloki kamu dengan Aba Al-Qasim dan tidak ada kemuliaan.’ Maka, orang itu memberitahu Nabi SAW, lalu beliau bersabda:

‘Namailah putramu Abdurrahman.’ (HR. Bukhari dan Muslim)

Melalui Abi Wuhaib Al-Jasymi, Abu Daud, Nasa’i dan lainnya meriwayatkan bahwa Rasul SAW bersabda :

"Pakailah nama nabi-nabi dan nama-nama yang paling disukai Allah Ta’ala adalah Abdullah dan Abdurrahman. Yang paling benar di antaranya adalah: Haris dan Hammam. Yang paling jelek di antaranya adalah Harb dan Murrah."

Anjuran Memberi Ucap Selamat

Sahabat-sahabat Imam Nawawi berkata : Dianjurkan memberi ucap selamat sesuai dengan yang diriwayatkan dan Husein bin Ali ra bahwa ia mengajari orang memberi selamat. Ia berkata: Ucapkanlah : "Semoga Allah memberi berkat kepadamu dan anakmu. Semoga engkau bersyukur kepada Pemberinya (Allah SWT). Semoga anak itu mencapai usia dewasa dan berbakti kepadamu."

Dianjurkan menjawab orang yang memberi selamat dengan ucapan: "Semoga Allah memberi berkat kepadamu. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Semoga Allah memberikan kepadamu yang seperti itu. Atau, semoga Allah memperbanyak pahalamu."

Larangan Memberi Nama yang Tidak Disukai

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi SAW bersabda :

"Sesungguhnya nama yang paling rendah di sisi Allah Ta’ala adalah orang laki-laki yang memakai nama raja segala raja.”

Dalam suatu riwayat, Muslim menyebutkan :

“Orang yang paling dimurkai di sisi Allah pada hari kiamat dan yang paling buruk adalah orang yang memakai nama raja segala raja, sedangkan tidak ada raja selain Allah.”

Larangan Memanggil Bapak dan Gurunya dengan Namanya

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abu Hurairah ra., bahwa Nabi SAW melihat seorang lelaki bersama anak kecil. Beliau bertanya kepada anak itu: ‘Siapa ini?’ Anak itu menjawab: ‘Bapakku. Beliau bersabda: ‘Jangan berjalan di depannya, jangan berbuat keburukan, jangan duduk sebelum dia duduk dan jangan memanggil dengan namanya.’

Ibnu Abbas ra. Berkata : ‘Dulunya Juwairiyah bernama Barroh, maka Rasulullah SAW mengubahnya menjadi Juwairiyah. Beliau tidak suka dikatakan keluar dari rumah si Barroh.’

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Said ibn Al-Musayyib bin Hazan, dari bapaknya, bahawa bapaknya datang kepada Nabi SAW. Beliau bertanya: ‘Siapa namamu?’ Ia menjawab: ‘Hazan (tanah keras). Beliau bersabda: ‘Namamu Sahal (mudah).’ Orang itu berkata: ‘Aku tidak mau merubah nama yang diberikan bapakku.’ Ibn Al-Musayyib berkata: ‘Maka tetaplah kami memiliki sifat kekerasan hati.’

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dari Muslim, dari Ibnu Umar ra., bahwa Nabi SAW mengganti nama Ashiyah (suka melawan) dengan Jamilah (cantik).

Dalam Sunan Abu Daud, Nasa’i dan lainnya disebutkan bahwa ketika Suraih Hani’ Al-Haritsi datang bersama kaumnya kepada Rasulullah SAW, beliau mendengar mereka menjulukinya dengan Abi Al-Hakim (Bapak Hakim). Maka, Rasulullah SAW memanggilnya seraya bertanya :

‘Sesungguhnya Allah adalah Hakim dan Dialah yang memutuskan hukum. Lantas, kenapa engkau dijoloki Abi Al-Hakim?’ Ia menjawab: ‘Sesungguhnya jika kaumku berselisih tentang suatu hal, mereka datang kepadaku lalu aku putuskan di antara mereka sehingga masing-masing pihak merasa puas.’

Mendengar itu, Nabi SAW memujinya dan bertanya: ‘Alangkah baiknya hal ini, siapakah nama anakmu?’ Abu Suraih menjawab:

‘Anak-anak saya bernama Suraih, Muslim dan Abdullah.’ Beliau bertanya: ‘Siapakah yang terbesar di antara mereka?’ Aku menjawab: ‘Suraih.’ Beliau berkata: ‘Maka engkau adalah Abu Suraih (bapak si Suraih).’

Larangan dan Kebolehan Menyebut Jolokan Orang

a) Larangan

Allah SWT. Berfirman :

“...Janganlah kamu saling menjoloki dengan jolokan yang buruk...” (QS. Al-Hujurat: 11)

Para ulama telah sepakat atas pengharaman menjoloki orang dengan jolokan yang tidak disenanginya, baik hal itu adalah sifatnya, seperti si buta, si pincang, si mata satu, si belang, si koneng, si kuning, si bungkuk, si tuli, si biru, si pesek, si sumbing, si buntung, si lumpuh dan sebagainya, atau merupakan sifat bapaknya, ibunya atau selain itu yang tidak disukai.

Para ulama juga sepakat atas bolehnya menyebutnya sebagai pengenalan bagi orang yang tidak boleh mengenalnya melainkan dengan cara itu.

b) Yang Dibenarkan

Di antaranya Abu Bakar As-Siddiq ra. Namanya Abdullah bin Usman, jolokannya Atiq. Inilah yang sahih yang disepakati oleh sebahagian besar ulama, para ahli hadis dan ahli sejarah.

Ada yang mengatakan namanya Atiq, seperti diceritakan oleh Al-Hafidh Abu Al-Qasim Ibnu Asakir dalam kitabnya Al-Atraf. Yang tepat adalah yang pertama dan para ulama sepakat bahawa itu adalah jolokan yang baik.

Mereka berselisih pendapat tentang sebab penamaannya dengan nama Atiq. Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘Abu Bakar adalah orang yang dibebaskan Allah dari api neraka.’ Ia (Aisyah) berkata: ‘Maka, sejak itu ia dinamai Atiq.’

Mush’ab Ibnu Zubair dan ahli nasab lainnya berkata: Ia dinamai Atiq, kerana dalam nasab-nya tidak terdapat sesuatu yang patut dicela dan ada yang mengatakan selain itu.’

Juga Abu Turab, sebagai jolokan bagi Ali bin Abi Thalib ra. Jolokan lainnya adalah Abu al-Hasan.

Disebutkan dalam hadis yang sahih bahwa Rasulullah SAW mendapati Ali sedang tidur di masjid dan badannya berlumuran tanah. Maka beliau bersabda: ‘Bangunlah hai Aba Turab (Bapak Tanah), bangunlah hai Aba Turab.’ Dengan demikian, tetaplah jolokan yang baik dan bagus ini padanya.

Jolokan bagi Orang yang Tidak Punya Anak

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan lainnya, dari Aisyah ra. yang berkata: ‘Ya Rasulullah, teman-temanku semua punya jolokan.’ Beliau bersabda: ‘Pakailah jolokan anakmu (keponakanmu), Abdullah.’ Yang dimaksud adalah Abdullah bin Zubair, iaitu puetra saudaranya, Asma’ binti Abu Bakar dan Aisyah dijoloki Ummu Abdullah (Ibu si Abdullah). Inilah yang sahih.

Adapun yang diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Aisyah ra. yang berkata: ‘Aku mengalami keguguran, maka Nabi SAW menamainya Abdullah dan menjoloki aku dengan Ummu Abdullah.’ Maka ini adalah hadis yang dhaif.

Larangan Memakai jolokan Abu Al-Qasim

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari sekelompok sahabat, di antaranya Jabir dan Abu Hurainah ra., bahawa Rasulullah SAW bersabda :

“Namailah (anak-anakmu) dengan namaku dan janganlah menjoloki mereka dengan jolokanku.”

Para ulama berselisih pendapat mengenai jolokan dengan Abu Al-Qasim atas tiga pendapat. Imam Syafii ra. berpendapat bahawa tidak halal bagi seseorang memakai jolokan Abu Al-Qasim, baik namanya Muhammad atau bukan. Di antara yang meriwayatkan dari As-Syafii adalah para imam ahli hafal yang patut dipercaya, para fuqaha dan ahli hadis, yaitu: Abu Bakar Al-Baihaqi, Abu Muhammad A1-Baghawi pada kitabnya At-Tahdzib dalam permulaan kitab Nikah dan Abu Al-Qasim Ibnu Asakir dalam Tarikh Damsyik.

Mazhab kedua adalah mazhab Malik ra., bahawasanya boleh memakai jolokan Abu al-Qasim bagi yang bernama Muhammad dan bagi lainnya. Larangan itu khusus berlaku di masa kehidupan Rasulullah SAW.

Mazhab ketiga adalah, tidak dibolehkan bagi yang namanya Muhammad dan dibolehkan bagi yang lain.

Imam Abu Al-Qasim Ar-Rafii berkata: Nampaknya mazhab ketiga ini lebih tepat, kerana orang-orang tetap memakai jolokan ini dari seluruh masa, tanpa ada pengingkaran. Pendapat yang disebutkan oleh yang empunya mazhab ini merupakan penyalahan yang jelas terhadap hadis itu.

Adapun kesempatan orang-orang yang melakukannya, padahal yang memakai jolokan itu adalah imam-imam ternama dan tokoh-tokoh utama, sedang mereka itu dijadikan teladan dalam urusan-urusan agama yang penting, maka hal itu menguatkan mazhab Malik mengenai kebolehannya secara mutlak dan mereka telah memahami dan kehidupan itu pengkhususannya pada masa kehidupan Rasulullah SAW, sebagaimana yang tersohor berupa sebab larangan itu dalam penjolokan orang Yahudi dengan Abu Al-Qasim dan pemanggilan mereka, hai Aba Al-Qasim, untuk mengganggu Rasululluh SAW, sedang makna ini telah lenyap.

Dari sumber mana orang Arab menamakan anak mereka

Ada pelbagai sumber yang menjadi asas orang-orang Arab memberi nama kepada anak-anak mereka. Iaitu mengambil sempena sesuatu. Mereka tidak akan memberi nama melainkan jika disebalik nama itu mempunyai makna.

Berikut ini disenaraikan antara sumber-sumber yang diamalkan oleh mereka dalam menamakan anak:

a. Sumber keagamaan: Agama telah begitu mendarah daging dalam diri manusia. Atas asas ini maka mereka ingin menzahirkannya melalui pemberian nama. Banyak nama-nama arab yang berteraskan keagamaan. Penganut Islam, contoh: Abdullah, Abdur Rahman, Tajuddin, Ahmad dan Muhammad.

Manakala penganut Kristian pula memberi nama: Ya'kub, Buthrus, Paulus dsbnya.

Para penyembah berhala pada zaman jahiliah memberi nama Abdul Uzza, Abdu Manah dan Abdul Laata, yang merupakan nama-nama yang cukup tersebar pada zaman jahiliah. Alhamdulillah, sekarang ini nama-nama berkenaan telahpun pupus. Tiada yang berhak disembah melainkan Allah Taala.

b. Bersumberkan nama-nama binatang: Terdapat berpuluh-puluh kabilah Arab yang menamakan kabilah mereka dengan nama binatang. Contoh: Kalb, kulaib, asad, fahd, yarbu', tsa'lab, namir, hishan, athrah dsbnya. Penamaan ini adakalanya kerana keistimewaannya atau kerana persahabatan mereka dengan binatang mereka atau kerana kemasyhurannya.

c. Bersumberkan nama-nama burung: Antara contohnya: Saqr, hammamah, syahin, 'iqab, haitam, ikrimah, nasr, yamamah, samamah, ushfur dll.

Faktor yang mendorong pemberian dengan nama tertentu

Sebahagian dari perkara penting yang mendorong orang-orang Arab memberi nama kepada anak-anak mereka dengan nama-nama tertentu adalah (tidak semuanya baik dan dibenarkan menurut syariat Islam) :

1. Mengambil berkat dan kebaikan dengan nama Allah, agama, nabi-nabi, rasul-rasul, para sahabat, para ulama dan ahli taqwa.

2. Kerana sikap optimis.

3. Setiap invidu dalam satu keluarga menggunakan nama-nama yang berasas kepada satu nama terbitan, seperti salim, saliim dan muslim. Atau umar, imran dan umair. Atau hamid, muhamad, ahmad dan hamd. Dan seterusnya.

4. Untuk lari dari musuh. Kerana itu kita akan dapati orang-orang Arab memberi nama anak mereka dengan nama binatang, seperti namir, sabu', tsaur. Dan dengan nama tumbuh-tumbuhan yang pahit atau berduri atau yang buruk dipandang. Contoh: Hanzalah, alqamah, qarzhah (pokok yang berduri). Atau sifat-sifat pembunuhan dan peperangan seperti qatlah, harb, thahum dan kinanah.

Sebaliknya mereka memberi nama kepada hamba-hamba mereka dengan nama yang baik. Seperti badar, nur, jauhar, qamar, subh, anas, qulub, jinan dan thurub.

Dikatakan bahawa kenapa orang-orang Arab memberi nama kepada anak-anak mereka dengan nama binatang atau yang seumpamanya, sedangkan hamba-hamba mereka diberi nama dengan nama yang baik?

Ini kerana, mereka memberi nama anak-anak mereka untuk musuh mereka dan memberi nama hamba-hamba mereka untuk diri mereka sendiri.

5. Berdasarkan kepercayaan mereka untuk memelihara seseorang dari hasad, roh-roh jahat dan jin. Sebab itulah kadangkala mereka memilih nama-nama yang mempunyai nama yang buruk.

6. Mengambil sempena masa atau situasi ketika anak mereka dilahirkan, seperti khamis, jum'ah, ramadhan, aid, harb, syuruq dan fajr.

7. Mengambil sempena nama tokoh-tokoh di dalam bidang politik, perang, keilmuan, sastera, seni dan sebagainya. Tujuannya kerana kemasyhuran tokoh-tokoh berkenaan atau dijadikan sebagai contoh teladan.

8. Untuk mendekatkan diri kepada pemerintah atau sebagai menyatakan kekaguman mereka kepada pemerintah berkenaan melalui jalan memberi nama dengan namanya.

9. Sebagai pengganti adik-beradik atau kaum kerabat yang telah mati melalui pemberian nama dengan nama mereka.

10. Sebagai pengaduan kerana telah banyak anak perempuan dalam sebuah keluarga, seperti memberi nama anak perempuan keempat dengan nama kafa, kelima muntaha dan keenam khitam.

11. Terdapat banyak lagi faktor-faktor yang mendorong penamaan orang-orang Arab untuk anak-anak mereka. Adakalanya kerana mahu membayar nazar yang dilakukan oleh salah seorang dari ibubapa mereka atau kedua-duanya. Atau kerana menunaikan mimpi oleh salah seorang dari dua ibubapa. Atau kerana mahu menyatakan keadaan kelahiran. Atau kerana berharap agar harapan dua ibubapa tertunai terhadap anaknya.

Tidak syak lagi bahawa Islam ketika datang telah memperbaharui dengan mengubah asas-asas kehidupan orang-orang Arab. Ia telah memberi kesan yang amat besar dalam mendorong pemberian nama kepada anak-anak mereka. Antaranya ialah:

1. Menghilangkan nama-nama berhala, seperti Abdul Uzza, Abdul Laata dll.

2. Memperelok nama-nama mereka kerana ketundukan kepada Allah dan RasulNya.

Note: Petikan dari al-Azkar al-Nawawi (Terjemahan)

0 komen: